1 bulan yg lalu

Popularity Contest


Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura

Politik tidak hanya kontestasi dalam kepintaran, usulan kebijakan, atau penampilan fisik. Namun juga kontes popularitas (popularity contest). Seorang politisi boleh tidak berparas ganteng atau cantik; tidak pintar, dan tidak punya agenda apapun. Namun dia tetap populer.

Itulah yang terjadi dalam politik kita sekarang ini. Hal-hal dangkal — dan bukan substansial — akan memenangkan Anda dalam kontes kepopuleran. Media sosial memperkuat ini semua. Banyak hal dungu dan kelakuan yang dongok justru membuat seorang politisi menjadi populer.

Joget gemoy membawa orang menjadi presiden. Dan, hei, jangan dikira terjadi begitu saja. Tidak. Gemoy adalah hasil koreografi. Ia adalah hasil studi mendalam tentang kebiasaan manusia Indonesia yang menjadi pemilih — khususnya di media-media sosial. Saya dengar, ia adalah hasil kerja sebuah peruasahaan dan konsultan politik dari sebuah negara di Eropa Timur.

Sang konsultan dan perusahaannya juga sudah sukses membawa BongBong Marcos, Jr. ke tampuk kekuasaannya. Itu sebuah perjalanan yang sesungguhnya mustahil, Marcos, Sr. sang ayah adalah seorang Kleptokrat — penguasa maling. Semua orang tahu itu. Namun dengan media sosial, semua ingatan itu dicuci bersih.

Halaman: 1 2 3 4 5

Baca Seluruh Artikel

© Rileks 2025. Semua hak dilindungi undang-undang